PRODUKTIVITAS PENGARANG DALAM ROTASI ZAMAN
Esai Khairul Mufid yang berjudul, Spionase Ketahanan Pengarang , pada Minggu Pagi, 1 Juni 2015, menggelitikku. Setelah membacanya, saya membayangkan raut wajah penulis roman Siti Nurbaya , Marah Rusli, penulis Salah Asuhan, Abdul Muis dan penulis Belenggu Armijn Pane. Lamat-lamat wajahnya timbul tenggelam dalam bayangan, seperti pesan masuk di alat komunikasi canggih samartphone; abad ini. Saya sepakat bahwa jenuh seperti raksasa—dalam negeri dongeng—yang mengejar manusia. Namun usia tidak menjadi alasan sepenuhnya bahwa penulis yang telah uzur tidak produktif lagi. Apalagi menjadi apologi seperti sentilan Jakob Sumardjo yang dianggap mutlak oleh Mufid dalam esainya, Sastra Indonesia Modern, Sastra Pubertas. Yaitu penulis sastra yang hanya produktif di usia 17-26 dan mengasing setelah usia 30-40 atau pansiun dari jagat kesusastraan. Kalau saya memahami, sentilan Jakob merupakan harapan akan adanya kajian lebih jauh proses kreatif dari masa ke masa. Bukan tidak produktifnya sa