Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

AKU YANG MENOLAK BUNUH DIRI

Pada malam-malam yang keramat. Aku hanya bisa mematung. Melihat segala yang lewat. Menepis segala katalis yang mendesakku ke jurang kesakitan. Dalam kedalaman batinku, kutegaskan, bahwa aku hanya belajar untuk tenang. Belajar untuk melupakan semua kisah yang pernah ada. Belajar untuk tidak mengingatnya meski satu titik hitam tentangnya. Setelah tiga tahun lebih, aku mendulang jiwaku dengan percintaan yang edan, aku dengan dia yang berkhianat kini: bukanlah apa-apa selain ‘sumpah’ kumengutuknya. Tapi aku bukan Ratu Dido dari Carthage atau Tunisia yang rela mati karena penghianatan sang kekasih, Aeneas yang pergi ke Itali itu. Aku juga tidak butuh sanjungan sebagaimana penyair Roma Virgil dalam bukunya Aeneid (29-19 SM), bahwa kematian Ratu Dido adalah lambang menjaga harga diri. Aku tak akan pernah rela mati pada orang yang membohongiku berkali-kali. Setelah pemaafan yang kesekiankali, aku menjadi mengerti bahwa semuanya sudah tak berarti. Aku tak akan pernah menulis selain kutuka

Seandainya Khonghucu Lahir di Indonesia

Tahun baru Imlek telah menjadi bagian Indonesia setelah melalui sejarah yang suram. Pada tahun 1968-1999, perayaan Imlek dilarang dirayakan di tempat umum. Dengan instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah palu pemerintahan Soeharto, melarang segala hal yang berbau Teonghoa, termasuk Imlek. Seandainya Khonghucu lahir di Indonesia, larangan itu tidak akan pernah terjadi. Karena ia adalah—meminjam bahasa Huston Smith—sebagai penyunting utama dengan memilah-milah yang sudah lewat, menggarisbawahi yang sekarang dan menambahi dari Ji Kaou yang dipercaya sebagai orang terpilih untuk Genta Rokhani ( Bok Tok ). Demikian ia disebut sebagai Sing Jien (Nabi) yang menyempurnakan ajaran suci para nabi dan ajaran para raja zaman purba. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menghendaki kelahiran Khonghucu di Indonesia. Setelah dicabutnya Inpres Nomor 14/1967 pada tahun 2000, maka masyarakat Tionghoa bebas merayakan tahun baru Imlek di mana saja. Dilanjutkan dengan dikeluarkannya kepu

VOLTAIRE DAN AKU YANG MALANG

Suatu sore, 15 juli 1689, di bibir pantai Bretagne, Perancis, sang Pastor de Kerkabon dan Nona de Kerkabon mengais masa lalu pada lembab pasir dan deru ombak yang sulit dilupakan; tentang saudara dan iparnya yang tak pernah kembali setelah menaiki kapal L’ Herondelle menuju Kanada. Barangkali kehilangan adalah pengakuan dosa dari pertemuan yang pernah ada. Begitu Voltaire memulai cerita dalam novelnya Si Lugu (L’ Ingenu). Masa lalu dan kehilangan menjadi modus siklik untuk semua tokoh yang kelak juga akan merasa kehilangan. Begitupun aku, pada 11 Oktober 2016 lalu, kepergiannya menjadi lonceng sunyi yang mengutukku ke semua sudut kota. Bagiku, kepergiannya adalah pengampunan dari perpisahan yang pernah ada kepada yang lain. Sebagaimana Si Lugu, tokoh utama, tiba-tiba turun dari perahu dan bertemu dengan sang pastor. Setelah percakapan singkat, mereka sepakat untuk melanjutkan perjamuan di Paroki Notre-Dame de la Montagne. Perjamuan menjadi alasan untuk berbagai cerita dan jawab bag
SEMESTA TEROR Judul               : Teror (Catatan Filsafat dan Politik tentang Firman dan Iman Penulis             : Agus Rois Penerbit           : Makar Cetakan           : I, Maret 2016 Tebal               : xiv+224 hlm Peresensi        : Muafiqul Khalid. M.D* Juergensmeyer dalam bukunya Terror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violences (2003), menyebut teror sebagai aksi teatrikal. Dengan sadar, pelaku teror memilih tempat yang sesak audiens untuk tampil. Lakon yang memestikan—kemungkinan lain—para audiens terhentak ketakutan, sebelum benar-benar seumbunyi, hancur bersama reruntuhan. Tak ada yang tersisa. Mungkin air mata—kita atau siapalah yang tidak menjadi korban—jatuh perlahan sambil menahan sesak kepedihan atau seberkas catatan sebagaimana Agus Rois rekam—dalam bukunya ini “Teror (Catatan Filsafat dan Politik tentang Firman dan Iman)”—dari semua kejadian yang menyayat sejarah. Seperti kekal dalam ingatan, bukan? Dalam sejarahnya, GĂ©rard