Kepada Puisiku



mata puisiku rabun pada sumpah serapah
orang-orang buntung
negeri ini

pulau-pulau pun murung
bau mesiu, air mata, dan darah
mengekalkan ingatan
tentang belada luka

oh tuan, tidak ada yang benar-benar berlalu
meski puisi adalah nenek tua berlidah kelu

terbayang samar, mata merah penuh darah,
tubuhnya selegam malam, jubahnya seputih awan
tangan dan lidahnya seperti pedang tuhan
yang tidak mengenal ampun

malam yang terbuat dari irama angin
gaduh dan anyir

yang mereka bayangkan
surga adalah air mata dan tangisan
demi Tuhan yang dibuat sendiri

puisi ini hanyalah debu yang kering
bagi kesakitan yang menjelma hujan
karena lidahnya telah kaku
untuk sekedar melafalkan kengerian

dan kau harus tahu, sekarang di sini tidak ada perang
selain di dalam diri,
di dalam diam

2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIFAT BAIK DAUN YANG DIABAIKAN

DIDAKTIK DALAM SYAIR KLASIK

PERJALANAN SUNYI