CANTIK ITU ULAR

 

Ia merayap setalah langit dan bumi tidak kosong. Tidak gelap gulita. Tidak ketika sebuah roh melayang-layang di atas permukaan air. Ketika itu tidak ada cerita bahwa matahari akan membakar dirinya.

Namnya adalah Salsa. Perempuan cantik pertama di daerah tersembunyi. Daerah yang tidak pernah ada selain di dalam cerita tua. Di dalam kisah nabi-nabi di berbagai kitabnya. Di dalam ingatan setiap manusia setelah agama bekerja di luar nalar dan logika.

 Ia yang berdesis dalam kajadian-kejadian di masa lalu. Namun setelah ada yang berucap: “Jadilah terang.” Kemudian terang itu jadi. Karena terang dianggap baik, maka dipisahlah terang dan gelap masing-masing dengan nama yang berbeda, terang dinamai siang, gelap dinamai malam. Setelah hari pertama, sebelum ia menjadi ada.

Salsa yang cantik selalu menolak menjawab pertanyaan dari berbagai suara. Aku yang ikut bertanya tak pernah menerima jawaban apapun darinya. Itu sudah sangat lama. Sekarang pun tak ada satu jawaban darinya.

Ia ada setelah ada yang berucap: “Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari segala air.” Lalu ada yang menamai bahwa cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi. Setelah hari ke dua.

Wajah Salsa bulat seperti purnama. Melihatnya tidak akan pernah menyudahi meski berkali-kali. Aku juga heran. Karena aku pun juga begitu. Apakah ini yang namanya kecantikan yang mempesona itu. Entahlah.

Ia mendesis setelah ada yang berucap: “Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul dalam satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.” Kemudian, yang kering bernama darat, sedang kumpulan air bernama laut. Dan semuanya tampak baik. Tempatnya ia.

Salsa iabarat danau yang teduh. Orang-orang berkerumun melempar lelah dari meja-meja panjang menghadap danau. Tak ada yang tidak riang bila melihatnya. Tak ada yang menolak bahwa ia memang cantik.

Ia menyulurkan lidahnya setelah ada yang berucap: “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Demikian hari ketiga ia mulai menyulurkan lidah bercabangnya.

Tidak ada yang tahu bahwa lidahnya juga cantik. Lancip. Ini hanya aku yang melihatnya. Kebetulan melihat Salsa ketika sedang menjilat buah apel yang dibawakan tangan waktu kepadanya. Setalah aku tahu bahwa lidahnya pun cantik, aku berjanji tidak akan menceritakan pada siapa pun. Khawatir, orang-orang akan penasaran dengan lidahnya.

Ia akan mengendap setelah ada yang berucap: “Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, dan sebagai penerang cakrawala, biarlah benda-benda itu menerangi bumi.” Maka dijadikan dua penerang yang besar itu, yaitu yang lebih besar untuk menerangi siang, dan yang lebih kecil untuk menerangi malam, dan bintang-bintang juga dijadikan besinar. Ia masih dalam rimbun kejadian pada hari keempat.

Aku yakin orang-orang juga tahu bagian lain yang cantik dari Salsa. Entah tangan, kaki, betis, rambut, mata dan lain sebagainya. Tapi mereka juga menolak untuk bercerita pada siapa saja.

Akhir-akhir ini, tersiar kabar bahwa Salsa, karena kecantikannya telah mengubah dirinya menjadi ular yang mengerikan. Tidak ada yang tahu bagaimana ia mengubah dirinya menjadi ular. Aku juga begitu. Kabarnya mengubah dirinya menjadi ular yang berbisa. Bagiku, ular tidak berbisa saja menakutkan, apalagi yang berbisa.

Ia akan mendekam dalam persembunyian setelah ada yang berucap: “Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.” Maka diciptakannya teman-teman senasib dan sepenanggunangnya, binatang yang besar dan kecil, segala makhluk yang hidup dan bergerak.

Akhir-akhir ini, ia selalu menjulurkan lidahnya. Bersembunyi dari keramaian. Seperti menunggu waktu untuk mematuk mangsanya. Orang-orang malah saling curiga dengan kabar Salsa berubah menjadi ular. Aku pun begitu. Tapi benarkah demikian?

Setelah ada yang berucap: “Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhi laut dan darat dengan segala makhluk yang hidup dan bergerak.” Ia bersembunyi menelurkan generasi demi generasi.

Salsa masih rahasia. Sangat rahasia. Apakah benar-benar menjadi ular atau hanya cerita murahan saja. Meski banyak cerita tentangnya, banyak laki-laki tampan datang untuk melamarnya. Tak satupun yang diterima olehnya. Ada yang pulang dengan kecewa. Ada yang dendam karena marasa dipermalukannya. Ada yang biasa-biasa saja.

Pada hari keenam, ia benar-benar ada, keluar dari perut bumi, setelah ada yang berucap: “Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk hidup, ternak dan segala binatang yang melata dan segala binatang yang liar.” Ia dengan tubuhnya yang licin, panjang, berbisa dalam cerita kuna, hadir sebagai persaksian. Hadir sebagai penanda bahwa ia ada semenjak segala diucapkan.

Bagiku Salsa tetaplah wanita cantik. Terlepas apakah dia berubah menjadi ular atau tidak. Karena aku percaya, tidak ada rumusan mengubah dirinya menjadi ular. Belum ada ilmuan yang menawarkan formula untuk merubah dirinya menjadi binatang. Cerita itu pasti murahan. Sangat murahan. Karena itu mustahil menurutku.

Ia ada di dalam dirimu semenjak ada yang berucap: “Lihatlah, telah kuberikan segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohon yang buahnya berbiji, itulah yang keujadikan makananmu, juga pada kuberikan segala tumbuh-tumbuhan sebagai makananmu.” Demikan di hari ketujuh ia melata mencari makan dari satu masa ke masa yang lain. Dari satu hari ke hari yang lain. Daru satu malam ke malam yang lain. Daru satu siang ke siang yang lain.

 

***

Ia adalah ular.

Karena ular itu di dalam tubuhmu maka ia pandai berbisik kepadamu. Semula kamu yang suci, yang kudus, sebaik-baik ciptaan yang pernah diciptakan, namun luluh karena bujuk ular. Kamu yang kalah pada ular. Kamu yang mengotori cerita panjang kenyataan. Kamu yang diabadikan prihal dosa asal muasal.

Ceritanya begini. Pada saat hanya kamu yang ada di taman eden sebagai makhluk yang paling suci dan sakral. Ciptaan yang lain sinis melihatmu. Suatu waktu ada yang berucap: “Buah dari pohon-pohon di taman ini boleh kamu makan. Kecuali yang di tengah-tengah taman eden. Itu dilarang.

Ular yang pandai, yang ada di dalam dirimu, berbisik: “Semua buah dari pohon di taman ini jangan kamu makan. Kecuali yang ada di tengah taman eden. Buah itu akan membuatmu abadi. Tidak akan pernah mati. Ini benar adanya. Karena kamu akan mati, kiranya perlu kau memakannya.”

“Benarkah?”

“Benar. Demi keabadianmu. Karena kamu tidak tahu, maka kuberitahu, bahwa jika kamu tidak memakan semua buah di taman eden, kecuali yang satu, kamu akan tahu segala yang baik, yang buruk, yang belum pernah kamu tahu sebelumnya.”

Kamu terpesona dengan bisikan ular. Terlihat pohon itu sama dengan pohon yang lain. Dengan pohon-pohon yang buahnya boleh dimakan menurut yang telah diucapkan. Kamu temukan dirimu dalam keadaan telanjang ketika melihat pohon itu.

Dadamu yang rata mulai berdegup lebih kencang dan membesar, kenyal, daripada sebelumnya. Rambutmu yang pendek, sepersekian detik mulai panjang sebahu, sepunggung, bahkan hingga kakimu. Sedang pusarmu yang penuh rahasia semakin cekung dan menawan. Lain lagi di bawah pusarmu yang semua kemungkinan bisa keluar dari sana, bergetar menahan sesuatu.

Kamu masih berdiri melihat pohon itu. Tubuhmu masih telanjang. Perlahan kamu mendekat. Memetik buah keabadian. Memetik buah yang akan membuatmu mengerti yang baik dan yang buruk sekaligus.

Ular di dalam dirimu matanya memerah. Lidahnya menyulur panjang. Sekali, dua kali, lidah itu keluar dari mulut yang tampak seram karena kedua taringnya.

Kamu gugup. Tubuhmu sangatlah mulus. Kamu yang pertama diciptakan dengan secantik-cantiknya. Tidak ada kecantikan yang bisa menandingi dirimu. Tidak ada. Kamu yang pertama memakan buah dengan telanjang. Kamu yang pertama menikmati kelezatan buah pengecualian.

Apakah benar-benar kamu Salsaku?”

“Ataukah ular yang ada di dalam tubuhmu?”

Ularku mulai riang mendengar semua cerita ini. Ular yang bermata hitam legam dalam diriku. Ia membisiku untuk segera merengkuh buah surga dalam tubuh Salsa. “Tidak,” jawabku. Ia mendesis seolah mengancam. Lidahnya dijulurkan seperti waktu menjilat usiaku. Hidungnya berlendir dan penisku juga berlendir seketika.

Aku mulai ragu, benarkah Salsa yang memakan buat pertama, buah pengecualian, buah keabadian. Aku ingin menebak, dan tebakanku adalah kebeneran yang tidak bisa ditolak. Bahwa dalam setiap tubuhmu ada ular. Dalam setiap tubuh kita, ada ular raksasa yang sedang mengeram. Meski cantik itu adalah ular. Ular yang menebar ke setiap ruang dan waktu.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIFAT BAIK DAUN YANG DIABAIKAN

DIDAKTIK DALAM SYAIR KLASIK

PERJALANAN SUNYI